citra SPOT daerah Mahakam
Hutan mangrove dapat menjamin terpeliharanya lingkungan fisik, seperti penahan terpaan angin, menjaga sirkulasi oksigen, dan intrusi air laut. Hutan mangrove juga dikenal sebagai tempat berkembangbiaknya ikan, udang, kepiting serta berbagai jenis burung dan mamalia yang dilindungi. Secara sosial ekonomi, bahwa hutan mangrove dapat dijadikan wilayah pembukaan tambak, wilayah pemijahan ikan dan udang, sebagai sumber kayu bakar dan arang, bahkan juga sebagai tempat wisata alam dan tempat pengembangan ilmu pengetahuan atau penelitian. Ekosistem hutan mangrove di Delta Mahakam dikenal sebagai salah satu ekosistem yang penting dalam satu siklus kehidupan bagi manusia dan lingkungannya. Di Delta Mahakam diperkirakan terdapat hutan mangrove seluas 150.000 ha dari 950.000 ha luas hutan mangrove yang ada di Kalimantan Timur. Kawasan hutan mangrove ini menjadi penting karena hamparannya yang cukup luas dan potensi perikanan serta kandungan minyak buminya. Selain mengemban fungsi ekologis, yaitu sebagai stabilisator lingkungan, kawasan hutan mangrove ini juga mengemban fungsi sosial ekonomi bagi kehidupan masyarakat.
Saat ini diketahui bahwa luas hutan mangrove di Delta Mahakam terus menyusut dan diperkirakan tinggal sekitar 30.000. ha. Itu artinya bahwa 80% dari kawasan tersebut telah berubah fungsi (Santoso, 2000). Menurut Zuhair (1998) perubahan atau degradasi mangrove yang terjadi di Delta Mahakam terutama disebabkan oleh pembukaan untuk pembangunan jalan pipa oleh perusahaan minyak dan untuk pembuatan tambak udang, serta eksploitasi kayu untuk berbagai kepentingan.Tentu saja perubahan drastis ini telah membawa perubahan-perubahan yang berdampak luas terhadap masa depan kawasan Delta Mahakam sendiri. Diantaranya terhadap kelangsungan hidup masyarakat yang selama ini bergantung kepada Delta Mahakam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh bahwa saat ini telah terjadi penurunan produktivitas dari tambak yang ada serta adanya indikasi kuat menurunnya hasil perikanan di sekitar Muara Mahakam. Selain itu, bila masyarakat nelayan ingin menangkap ikan harus menempuh jarak layar yang lebih jauh dari sebelumnya. Dampak lainnya adalah intrusi air laut makin mendekati kota Samarinda terutama bila musim kemarau dan kondisi air yang makin keruh sehingga membutuhkan perlakuan yang lebih mahal untuk mendapatkan kualitas air bersih.
Sekarang ini situasi di kawasan Delta Mahakam semakin memprihatinkan. Terjadinya perusakan lingkungan oleh berbagai macam aktivitas telah berdampak pada abrasi, erosi dan menurunnya kualitas air, menurunnya produktivitas tambak udang serta menurunnya potensi alam (migas). Adanya pemahaman bahwa kepentingan ekonomi jauh lebih dominan daripada kepentingan ekosistem dan belum menyatu dan sejalannya persepsi para pemangku kepentingan atas kawasan Delta Mahakam disadari juga semakin memperparah permasalahan kawasan Delta Mahakam.
Dalam rentang kurun waktu 12 tahun terakhir, tambak udang di Delta Mahakam telah berkembang pesat dan menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat setempat dengan konsekwensi resiko berupa pengrusakan lebih dari 50.000 hektar hutan bakau dan tegakan nipah. Selain itu, budidaya udang adalah suatu kegiatan yang sangat menguntungkan, namun sangat merusak bagi lingkungan, khususnya di wilayah Delta sungai yang rawan, setidaknya seperti yang telah terjadi di berbagai penjuru dunia. Jika budidaya udang dirancang dengan pendekatan untuk jangka pendek, maka budidaya ini akan menjadi kegiatan yang paling merusak (lingkungan). Seperti telah banyak diketahui, siklus ledakan dan limpahan produksi udang secara besar-besaran, biasanya akan mengakibatkan hancurnya produksi itu sendiri.
Dampak yang dirasakan saat ini oleh masyarakat setempat yang juga para pekerja dan atau pemilik tambak udang di sekitar Delta Mahakam adalah sulitnya memperoleh air bersih, karena pencemaran limbah tambak dan abrasi dan erosi yang serius dari air laut. Siklus kebutuhan air bersih ini tidak saja mengganggu keberlanjutan produksi tambak udang namun juga untuk kehidupan masyarakat lokal sehari-hari. Sehingga prediksi kerugian jangka panjang adalah penurunan produk dan produktivitas (daya saing) dari hasil produksi tambak udang, tercemarnya lingkungan hidup dan tidak tersedianya secara pasti air bersih bagi kehidupan masyarakat lokal sehari-hari.
Keseimbangan dari system ekologi di Delta Mahakam saat ini telah mengakibatkan kerusakan: seperti mutu air menurun, penyakit berkembang di tambak-tambak udang, tingkat keasinan arus hulu meningkat, kehidupan organik terganggu, keasaman meningkat. Air segar bakau dan hutan, pelindung utama bagian hulu Delta telah tercemar. Akibatnya keuntungan budidaya udang menurun, karena limbah dari kegiatan tambak tidak dapat diserap sehingga menyebabkan tingginya tingkat kematian udang. Hal ini mengurangi manfaat ekonomi kegiatan tersebut dan mengancam mata pencaharian masyarakat yang hampir mutlak tergantung pada hasil tambak. Selain itu, pembuangan air kotor dan akses terhadap air bersih dari Delta telah secara nyata turut menjadi faktor penyebab sejumlah konflik sosial, selain faktor konflik penggunaan tanah, penguasaan hak-hak atas tanah, pencemaran di Delta , merosotnya produktivitas ekologi dan perebutan pengaruh dan sumberdaya ekonomi yang mengancam sistem pendukung kehidupan (life support system).
Kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya yang didominasi oleh sekelompok masyarakat turut menjadi faktor yang memberikan kontribusi atas permasalahan di Delta Mahakam. Budidaya tambak udang di Delta Mahakam merupakan mata pencaharian utama bagi lebih dari 50.000 jiwa masyarakat lokal di 29 desa, dan saat ini budidaya tambak udang telah berkembang dari usaha keluarga secara tradisional menuju sebuah industri budidaya udang semi modern yang melibatkan partisipasi pihak swasta (investor) untuk mobilisasi permodalan, sumber daya alam, lahan produksi, sumber daya manusia dan tekonologi. Yang sekarang menjadi problema utama adalah ketidakberdayaan masyarakat setempat dalam meraih akses ekonomi, dibandingkan dengan juragan tambak (punggawa) dan pengguna sumber daya lainnya. Peran para pemodal lokal (punggawa) dalam berperan menjadi patron para petambak dalam hal memberikan akses modal, sarana produksi, ketrampilan, dan akses pasar. Intinya memperpendek mata rantai ekonomi yang menggurita.
Perkembangan budidaya tambak udang yang semakin maju ditunjang oleh faktor utama yaitu eksploitasi daya guna dan daya dukung lahan sebagai strategi untuk menambah kapasitas produksi, untuk dapat memenuhi kekuatan permintaan (Market Supply) dan perluasan pasar (Demand Market) dengan tujuan mengejar keuntungan besar dalam waktu singkat. Namun strategi ini tidak diiringi pemahaman atau kurangnya perhatian terhadap keseimbangan ekologi seperti tidak terkendalinya pembabatan/pembukaan hutan lindung dan rusaknya mangrove yang berfungsi untuk penanggulangan erosi dan abrasi air laut.
Hal lain yang ikut menyumbang ketidakberdayaan penataan lingkungan hidup adalah kurang optimalnya peran Pemerintah Daerah setempat untuk melahirkan kebijakan tata guna lahan dan pengembangan sosial ekonomi berbasis keseimbangan lingkungan hidup serta lemahnya fasilitasi/pendampingan stakeholder pembangunan dan masyarakat lokal. Walaupun yang mengemuka merupakan masalah lingkungan hidup, tetapi isu dasar sebenarnya adalah pelumpuhan masyarakat lokal. Sedangkan isu-isu yang lain, tata ruang, kepenguasaan lahan dan lain-lain mengikuti dinamika dasar substansi. Hakekat permasalahan di Delta mahakam adalah benturan kepentingan atas sumberdaya pada lokus yang sama (kepentingan nasional, daerah, pemodal lokal dan masyarakat).
DAFTAR PUSTAKA
http://anekaplanta.wordpress.com/
http://adefadli.n3.net/
http://www.pmdmahakam.org/index.php?option=com_content&task=blogsection&id=1&Itemid=33&lang=in